Inilah 5 Penyebab Tidak Berkatnya Ilmu, Semuanya Bermula Dengan Niat Belajar Ilmu
Ilmu agama bukanlah tujuan paling utama dari belajar agama dan semata-mata hanya ilmu saja. Akan tetapi tujuan kita belajar agama dan menuntut ilmu adalah agar boleh mengamalkan ilmu tersebut.
Apa Tujuan Menuntut Ilmu yang Sebenarnya?
Perlu kita ingat kembali bahawa ilmu agama bukanlah tujuan paling utama dari belajar agama dan semata-mata hanya ilmu saja. Akan tetapi tujuan kita belajar agama dan menuntut ilmu adalah agar boleh mengamalkan ilmu tersebut. Jika kita sudah berilmu akan tetapi kita tidak boleh mengamalkan ilmu tersebut, inilah yang disebut dengan “ilmu yang tidak berkah.” Tujuan utama ilmu tidak tercapai iaitu diamalkan. Ilmu tersebut bahkan sia-sia kerana tidak boleh menjaga orang yang mengetahui ilmu tersebut.
Contoh Ilmu yang Tidak Berkat
Ilmu yang tidak berkah misalnya, ada orang yang tahu banyak hadits dan ayat mengenai “sabar ketika mendapat musibah” bahkan dia hafal ayat dan hadits tersebut. Akan tetapi, ketika dia mendapat musibah, dia malah tidak sabar dan mencela takdir Allah. Semua ayat dan hadits yang dia hafal dia lupakan saat itu .
Contoh Ilmu yang Berkat
Ilmu yang berkah misalnya, ada orang yang mungkin tidak hafal hadits dan ayat tentang “sabar ketika dapat musibah.” Yang dia ingat hanya sepotong perkataan nasihat ustaz iaitu “Orang sabar akan disayang dan dibantu Allah, jadi harus redha dengan takdir Allah.” Ketika dapat musibah, dia ingat perkataan ini dan diapun sabar serta tetap berbahagia dengan takdir Allah. Ilmu yang sedikit itu berkah dan boleh menjaganya.
Penyebab Tidak Berkatnya Ilmu:
1. Niat menuntut ilmu yang tidak ikhlas
Menuntut ilmu harus ikhlas, bukan untuk sombong dan mendapatkan pujian manusia. Seseorang akan mendapatkan ganjaran sesuai niatnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنما الأعمال بالنية و إنما لكل امرء ما نوى
“Sesungguhnya amal itu sesuai dengan niatnya. Setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.“[1]
Hendaknya kita perbaiki niatkan dan selalu intropeksi diri baik di awal maupun di tengah-tengah amal kita karena hati dan niat manusia bisa dengan mudah berbolak-balik.
Sufyan Ats-Tsauri berkata,
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي
“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat yaitu meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik.” [2]
2. Menuntut ilmu hanya sebagai wawasan
Ertinya kita tidak pernah berniat menuntut ilmu untuk kita amalkan. Segera kita perbaiki niat kita agar menuntut ilmu untuk mengamalkannya.
Abu Qilabah berkata kepada Ayyub As Sakhtiyani,
إذَا حَدَثَ لَك عِلْمٌ فَأَحْدِثْ فِيهِ عِبَادَةً وَلَا يَكُنْ هَمُّكَ أَنْ تُحَدِّثَ بِهِ النَّاسَ
“Apabila kamu mendapat ilmu, maka munculkanlah keinginan ibadah padanya. Jangan sampai keinginanmu hanya untuk menyampaikan kepada manusia.”[3]
3. Kurang adab dalam menuntut ilmu
Jika cara meminta dan menuntut ilmu saja sudah salah cara dan adabnya, bagaimana boleh kita dapatkan keberkahan ilmu tersebut? Ibarat seseorang akan minta wang atau pinjam sesuatu pada orang lain, akan tetapi dengan cara yang kasar dan membentak serta adab yang jelek, apakah akan diberi?
Maaf, berikut contoh praktik menuntut ilmu dengan adab yang kurang baik:
- Terlambat datang dan tidak minta izin dahulu, tetapi kalau gurunya terlambat langsung ditelefon atau SMS: “ustadz kajiannya jadi tidak?”
- -Kalau tidak datang, tidak izin dahulu (untuk kajian yang khusus) dan kajian datang semaunya
- Duduk selalu paling belakang dan sambil menyandar (tanpa udzur)
- ketika kajian terlalu banyak memainkan HP dan gadget tanpa ada keperluan
- terlalu banyak bersembang atau huru hara dalam majlis Ilmu
- Terlalu Fokus ke Ilmu saja tanpa memperhatikan adab, niatnya hanya ingin memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat serta lupa memperhatikan dan mencontoh adab dan akhlak gurunya.
Contoh adab dalam menuntut ilmu adalah tenang dan fokus ketika di majelis ilmu. Ahmad bin Sinan menjelaskan mengenai majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,
ﻛﺎﻥ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﻣﻬﺪﻱ ﻻ يتحدث في ﻣﺠﻠﺴﻪ، ﻭﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﻳﺒﺮﻯ ﻓﻴﻪ ﻗﻠﻢ، ﻭﻻ ﻳﺘﺒﺴﻢ ﺃﺣﺪ
“Tidak ada seorangpun berbicara di majlis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.”[4]
4. Sangat jarang atau tidak pernah menghadiri majlis ilmu
Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi kita. Tidak bijak jika secara total kita hanya mengandalkan belajar lewat sosial media yang ilmu tersebut datang kepada kita dengan sendirinya. Ulama dahulu menjelaskan,
ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳﺆﺗﻰ ﻭ ﻻ ﻳﺄﺗﻲ
“Ilmu (agama) itu didatangi bukan ilmu yang mendatangi”
5. Tidak menuntut ilmu secara bertahap dan tidak istiqamah
Yaitu menuntut ilmu agama tidak teratur dan tidak berurutan sesuai arahan guru. Perhatikan nasihat Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu berikut:
ﺃﻻ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻛﺘﺎﺏ ﻧﺘﻔﺔ، ﺃﻭ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻓﻦ ﻗﻄﻌﺔ ﺛﻢ ﻳﺘﺮﻙ؛ ﻷﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻀﺮ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ، ﻭﻳﻘﻄﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﺑﻼ ﻓﺎﺋﺪﺓ، ﻓﻤﺜﻼً ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻳﻘﺮﺃ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺤﻮ : ﻓﻲ ﺍﻷﺟﺮﻭﻣﻴﺔ ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﻣﺘﻦ ﻗﻄﺮ ﺍﻟﻨﺪﻱ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻷﻟﻔﻴﺔ . .. ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ : ﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺯﺍﺩ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﻨﻊ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﻋﻤﺪﺓ ﺍﻟﻔﻘﻪ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻐﻨﻲ ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ، ﻭﻫﻜﺬﺍ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻛﺘﺎﺏ، ﻭﻫﻠﻢ ﺟﺮﺍ ، ﻫﺬﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﻻ ﻳﺤﺼﻞُ ﻋﻠﻤﺎً، ﻭﻟﻮ ﺣﺼﻞ ﻋﻠﻤﺎً ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺤﺼﻞ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻻ ﺃﺻﻮﻻً
“Janganlah mempelajari buku sedikit-sedikit, atau setiap cabang ilmu sepotong-sepotong kemudian meninggalkannya, karena ini membahayakan bagi penuntut ilmu dan menghabiskan waktunya tanpa faidah,
Misalnya:
Sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab Al-Jurumiyah sebentar kemudian berpindah ke Matan Qathrun nadyi kemudian berpindah ke Matan Al-Alfiyah. Demikian juga ketika mempelajari fikih, belajar Zadul mustaqni sebentar, kemudian Umdatul fiqh sebentar kemudian Al-Mughni kemudian Syarh Al-Muhazzab, dan seterusnya. Cara seperti Ini umumnya tidak mendapatkan ilmu, seandainya ia memperoleh ilmu, maka ia tidak memperoleh kaidah-kaidah dan dasar-dasar.”[5]
Demikian semoga bermanfaat.