Kuah Leng Chuan Bernama2 250119

Tidak Semua, Tapi Ada Yang Meninggal Dunia Tidak Jauh Dari Tarikh Kelahirannya

Pengetahuan am yang jarang diketahui kebanyakan manusia. Tidak semua tapi kebanyakan telur burung menetas di hari Jumaat dan pergi meninggalkan sarang juga dihari Jumaat. Cuba tanyakan kepada orang yang sudah mendalami ilmu perburungan puluhan tahun.

Tidak semua tapi kebanyakan manusia meninggal dunia tidak jauh dari bulan/tanggal kelahirannya. Boleh dapatkan pengesahan ini dari mereka yang menjual batu nisan sebagai tanda peringatan kem4tian.

Semoga tulisan ini menjadi peringatan terutama bagi diri saya bahawa kehidupan di dunia ini ada batas waktunya, maka angan-angan yang panjang akan dunia, harus segera dipotong dengan ingatan tentang kem4tian.

Walau bagaimanapun nafas yang masih diizinkan Allah Ta’ala untuk berhembus hari ini, semoga tak membuat diri lupa untuk apa diciptakan, hingga lupa menyediakan bekal untuk perjalanan panjang nanti. Jangan sia-siakan sisa usia dengan sesuatu yang sia-sia.

RENUNGAN KEM4TIAN DI HARI KELAHIRAN

“Setiap jiwa pasti akan merasakan m4ti…” (Ali Imran:185)

Kem4tian sebuah kepastian yang pasti akan menghampiri kita diantara begitu banyak ketidakpastian dalam hidup ini. Namun sayangnya, kebanyakan kita seringkali tersibukkan menyiapkan segala yang belum pasti dibanding menyiapkan diri untuk sebuah kepastian bernama kem4tian.

Seperti halnya kebanyakan kita hari ini, mungkin sebahagian kita sedang memutar kembali ingatan bahawa tepat sekian tahun yang lalu adalah hari dimana Allah Ta’ala menakdirkannya hadir ke dunia setelah sekitar sembilan bulan berselimut kasih sayang dalam perut Ibu.

Ada yang sibuk menyiapkan pakaian untuk perayaan ulang tahunnya, padahal mungkin saja di suatu tempat, sebuah mesin tenun sedang memintal benang-benang kain kafan, barangkali itu untuknya.

“Maka apabila telah tiba ajal mereka (waktu yang telah ditentukan), tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mereka dapat mendahulukannya.” (An-Nahl: 61)

Mungkin ada pula yang tertawa penuh kebahagiaan menyambut usia baru, padahal mungkin saja tak lama lagi akan ada tangisan penuh kesedihan dari keluarganya yang mengantar jen4zahnya ke rumah terakhir.

“Di mana saja kalian berada, kem4tian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kukuh.” (An-Nisa`: 78)

Hari ini, mungkin sebahagian yang lain sedang sibuk menghitung jumlah usia yang diberikan Allah Ta’ala untuknya, lalu berhura-hura dengan dalih bentuk syukur, padahal bentuk rasa syukur itu bukan begitu.

Al-Imam Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata, syukur itu tidak akan terwujud kecuali jika dibangun di atas lima perkara. Iaitu dengan merendahkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mencintai-Nya, mengakui bahwa nikmat tersebut merupakan kurnia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lisannya, dan tidak menggunakan nikmat tersebut untuk perkara yang dibenci oleh Allah.”

Sebahagian yang lain mungkin tengah dihadang gelisah menghadapi pertanyaan “bila” yang sering bertamu dari semua sisi, bila menikah?, bila nak ada anak?, bila nak beli rumah?, bila begini dan begitu.

Usia yang menganjak seharusnya tidak membuat sabar dan baik sangka kita menurun, sebab akan selalu ada hikmah yang boleh kita petik di setiap perubahan usia kita, hikmah yang mengajak kita untuk menjadi lebih baik, lebih sabar, lebih bersyukur, lebih berbaik sangka, lebih mengingat kem4tian dan lebih menambah keimanan kita kepada-Nya sebelum kita benar-benar beranjak pergi meninggalkan dunia fana ini.

Kerana jika nyawa telah sampai di kerongkong maka tertutuplah semua kesempatan itu. Jika saja kita lebih sering merenungi segala nikmat-Nya, yang tak kan mampu kita hitung, maka tak ada lagi keluh yang menghiasi hati dan lisan kita.

Tengok saja setiap nikmat yang melekat pada raga kita, mata yang masih boleh melihat, telinga yang masih mendengar, udara yang masih boleh kita hirup, jantung yang berdetak, mulut yang masih mengeluarkan suara.

Bukankah semua itu nikmat yang tak ternilai? Jika sedikit saja nikmat kesihatan itu Allah ambil, maka kita hanya boleh terbaring tak berdaya, hanya mengharap bantuan orang lain. Mungkin saat itu kita baru akan mengingat-Nya, lalu tak henti memohon kesembuhan dari-Nya.

Namun saat nikmat kesihatan kembali hadir, kebanyakan kita lebih sering lupa mengingat-Nya, lupa tentang kem4tian, lupa jika hidup di dunia ada batas waktunya. Kegelisahan atas pertanyaan “bila” semestinya boleh direndam dengan keyakinan akan iman kepada taqdir-Nya.

Semestinya kita lebih gelisah jika di sekian usia yang telah Allah Ta’ala berikan, kita belum menyedari untuk apa kita diciptakan, kita belum juga introspeksi diri apa saja yang telah kita persiapkan untuk bekal kehidupan yang kekal nanti. Sungguh ada yang lebih penting dari mengingati hari kelahiran, iaitu mengingat kem4tian.

“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelazatan (kem4tian).” (HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258)

Bukankah saat gigi kita dicabut ada rasa sakit yang mendera? Lalu sudahkah kita merenungi bagaimana keadaan kita ketika nyawa kita dicabut dari jasadnya?

“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): ‘Keluarkanlah nyawamu.’ Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, kerana kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (kerana) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (Al-An’am: 93)

Bukankah ujian lisan jauh lebih menegangkan dari ujian tulisan? Lalu sudahkah kita meresapi bagaimana keadaan kita ketika menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur? Mampukah lisan kita menjawabnya dengan benar?

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (Ibrahim: 27)

Bukankah nilai markah di buku kita selama menuntut ilmu itu menyedihkan? Lalu pernahkah kita menyadari bagaimana sedihnya kita jika amalan kita selama ini tak bernilai apa-apa di hadapan-Nya.

“Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (al-Furqon: 23)

Lalu bukankah kita seringkali diingatkan tentang itu semua? Tapi kata “lupa” lebih sering hinggap di mata dan hati kita hingga lebih rela menukar bekal untuk hari yang kekal dengan keindahan semu yang tak lebih berharga dari sehelai sayap nyamuk.

Maka hari ini dan hari-hari yang akan datang persiapkan bekal untuk perjalanan menuju akhirat, hapuslah keinginan merayakan hari kelahiran dengan segala sesuatu yang sia-sia bahkan dapat menimbulkan dosa, hapus angan-angan tentang dunia yang jauh terbentang dan melenakan diri, kerana barangkali Malaikat Maut sudah begitu dekat untuk menjemput kita.

“Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut pada saat menghadap Rabb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa n4fsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (an-Nazi’at: 37—42)

Mari lebih serius mengingat m4ti, sebagaimana orang-orang soleh terdahulu yang bergetar hati mereka ketika mengingat kem4tian. Yazid Ar-Raqasyi rahimahullah berkata kepada dirinya sendiri:

“Celaka engkau wahai Yazid! Siapa gerangan yang akan menunaikan solat untukmu setelah kem4tianmu? Siapakah yang mempuasakanmu setelah m4ti? Siapakah yang akan memintakan keredhaan Rabbmu untukmu setelah engkau m4ti?”

Kemudian ia berkata, “Wahai sekalian manusia, tidakkah kalian menangis dan meratapi diri-diri kalian dalam hidup kalian yang masih tersisa? Duhai orang yang kem4tian mencarinya, yang kuburan akan menjadi rumahnya, yang tanah akan menjadi permadaninya dan yang ulat-ulat akan menjadi temannya dalam keadaan ia menanti dibangkitkan pada hari kengerian yang besar. Bagaimanakah keadaan orang ini?” Kemudian Yazid menangis hingga jatuh pengsan. (At-Tadzkirah, hal. 8-9)

Hadirkan hati saat mengingat kem4tian agar menghancurkan angan-angan akan dunia. Al-Imam Al-Qurthubi berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat m4ti, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara:

  • bersegera untuk bertaubat
  • hati merasa cukup
  • dan giat/semangat dalam beribadah

Sebaliknya, siapa yang melupakan m4ti dia akan dihukum dengan tiga perkara:

  • menunda taubat
  • tidak redha dengan perasaan cukup
  • dan malas dalam beribadah

Maka berfikirlah, wahai orang yang tertipu, yang merasa tidak akan dijemput kem4tian, tidak akan merasa sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya. Cukuplah kem4tian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelazatan dan menuntaskan angan-angan.

Apakah engkau, wahai anak Adam, mahu memikirkan dan membayangkan datangnya hari kem4tianmu dan perpindahanmu dari tempat hidupmu yang sekarang?” (At-Tadzkirah, hal. 9)

“Yaa Allah, berikanlah taufik kepada kami untuk sentiasa dalam ketaatan kepada-Mu di sisa usia kami dan berikanlah keistiqamahan diatas jalan al haq hingga Malaikat Maut menjemput kami.

Yaa Hayyu yaa Qoyyum, jadikanlah kami hamba-Mu yang selalu mengingat kem4tian agar kami tak tertipu dengan kehidupan dunia yang fana ini. Yaa Arhamar Rahiimin…Wafatkanlah kami dalam keadaan Islam dan diatas Sunnah. Aamiin… Yaa Rabbal ‘Alamin.”

Wallahu a’lam bish-shawab.

Apa pandangan anda dengan artikel ini? Komen di bawah: